Sunday, September 26, 2010

The Experiment

Abis nonton The Experiment, which is merupakan remake dari film Das Experiment, film thriller psikologis Jerman. Setelah nonton film ini, benar-benar membuka mata bahwa manusia itu dikasih akal tapi kadang terperdaya juga dengan emosi yang dimilikinya. Cerita dimulai dari sebuah lowongan kerja yang tertera di koran. Disana tertulis pekerjaan untuk sebuah behavioral experiment dengan gaji $1000 per hari dan mereka yang terpilih akan menjadi objek percobaan itu selama dua pekan. Tidak disebutkan disana eksperimen apa yang dimaksud, begitu juga saat wawancara pemilihan calon objek dilakukan.

Mereka hanya ditanyakan tentang objek-objek umum seperti agama serta pandangan-pandangan mereka mengenai segala macam hal misalnya keadilan. Adrien Brody yang terlihat cool di film The Brothers Bloom yang pernah dimainkannya bersama Rachel Weisz, disini tambah bikin saya terpukau. Dia memainkan tokoh Travis, yang lurus dan sebelumnya bekerja part time di rumah pensiunan, mengurus orang-orang lanjut usia. Karena ingin menyusul pacarnya ke India, dia membutuhkan uang cash cepat, dan behavioral experiment ini, menjawab keinginannya.

Singkat cerita, Travis yang lurus dan rasional lolos seleksi. Cerita berlanjut dengan terpilihnya 26 pria dengan latar belakang berbeda. Mereka dibawa ke sebuah penjara tak terpakai untuk melakukan eksperimen. Ke-26 orang tersebut dibagi menjadi dua, sekitar delapan orang terpilih sebagai sipir penjara dan sisanya sebagai tahanan. Aturan diberikan. Peran dimainkan.

Dan konflik dimulai saat salah seorang sipir secara tidak sengaja terkena lemparan bola salah satu tahanan. Situasi yang dirancang sedemikian rupa dimana sipir merasa memiliki kekuasaan, mendorong mereka untuk memanfaatkan kekuasaan itu. Ternyata memang kekuasaan membuat orang jadi gila. Gila kuasa. Gila menindas.

Forest Whitaker sebagai Barris yang berusia 42 tahun dan masih tinggal bersama orang tuanya merasa peran sipir yang dimainkan olehnya telah merubah kenyataan bahwa dirinya hanya sekedar tua bangka yang masih tinggal bersama ibunya dan selalu dipanggil chickenshit, tanpa memiliki rasa kebanggaan apapun. Jadilah peran sipir membuatnya kalap. Dia mendramatisir segala sesuatu yang dilakukan oleh tahanan.

Pertama para sipir menyuruh tahanan untuk push up sebagai hukuman. Tetapi Barris yang diperbudak kekuasaan mulai mempraktikkan ide-ide gilanya salah satunya dengan menakut-nakuti tahanan. Berawal dari kebenciannya terhadap Travis yang tidak takut sama sekali terhadap Barris bahkan mempermalukan Barris di depan tahanan dan kawan-kawan sipir lainnya. Barris lalu mulai melakukan tindakan kekerasan yang sebenarnya dilarang untuk dilakukan dalam eksperimen ini.

Barris bersama sipir lain mengeroyok Travis, mengencinginya, membenamkan Travis dalam toilet yang belum di-flush (pas bagian ini saya mual sumpah). Barris juga tidak segan untuk menghukum siapapun yang membangkang. Dia tidak juga menaruh rasa kasihan pada Benjey salah satu tahanan yang menderita diabetes dan membutuhkan insulin. Barris menolak memberikannya insulin hingga akhirnya Benjey mati dan perlawanan dimulai.

Kesabaran Travis habis, kesabaran para tahanan habis kepada para sipir palsu yang berlagak sungguhan. Di bawah pimpinan Travis mereka memberontak. Pertempuran sengit berlangsung. Dan kondisi berubah 180 derajat. Para sipir yang jumlahnya lebih sedikit kini bertekuk lutut di bawah tahanan yang jumlahnya lebih banyak.

Lima hari bermain peran, beragam kejadian mencekam terjadi. Sipir memperkosa tahanan. Sipir mengeroyok sesama sipir. Tahanan dikurung dalam ruang gelap. Tahanan tidak diberi makan. Tahanan dipukuli.

Pertempuran ini mengakhiri peran yang mereka mainkan, gerbang penjara dibuka. Eksperimen berakhir.

Menonton film ini, membuat saya sadar bahwa:
1. Siapapun yang melakukan atau mendanai eksperimen itu sudah gila
2. Kekuasaan dalam bentuk apapun “drive people crazy” even just in a roleplay
3. Kemanusiaan selalu punya tempat
4. Dalam kekerasan, korban akan selalu lahir, bukan penyelesaian
5. Dan kebenaran akan berontak dengan caranya, mencari tempat
6. Manusia tidak bisa diukur, tidak dengan tato yang menempel di tubuhnya, tidak dengan jawaban yang keluar dari mulutnya, tidak dengan pandangan matanya, tidak dengan perilakunya, tidak dengan teori-teori psikologis. Manusia tidak terukur, dia dinamis, dia berubah, menyesuaikan diri dengan lingkungan, menempa diri dengan ujian, dan tanpa teori, mereka selalu bisa belajar. Manusia selalu bisa menyelesaikan, saat ia memakai akal, memandang ke dalam hati, mempertanyakan diri sendiri

Dalam film itu ada satu scene yang membuat saya tersenyum, saat dimana Travis sedang diwawancara Dr. Archalata sang psikologis, saat sedang ditanya soal justice.
Travis hanya menjawab: Justice is, it starts wars. An eye for an eye.
Saya tidak memancing perbedaan pendapat disini, semua pendapat selalu ada benarnya dalam terminologinya masing-masing, situasi yang dialami dan manusia yang terlibat di dalamnya.

Entah kenapa saat Travis menjawab itu, I slightly whispered: You’re genius Travis.
Travis yang suka nonton discovery channel, yang melayani orang-orang jompo, menemani mereka bermain, mengingatkan mereka minum obat, bercita-cita menyusul pacarnya ke India. Walaupun pengangguran dan tidak bergelar, dia jauh lebih jenius dari psikolog Dr. Archalata.

Tuesday, September 21, 2010

Manner? Matter!

manner:
a person's outward bearing; way of speaking to and treating others: She has a charming manner.

Apakah saya tidak punya good manner? Relatif.

Saya tinggal di Indonesia, tetapi manner saya jelas berbeda di antara sesama orang Indonesia, perhatikan juga usia. Perhatikan lagi gender. Yang paling penting perhatikan situasi. Karena saat sedang tidak mood, Nyda Aulia tidak peduli manner! Indikasi tidak mood? Ada segala sesuatu di luar plan.

Saya tidak akan bilang ya, kalau ada yang memberi makanan di saat saya sedang fokus dengan pekerjaan, atau saya tidak suka makanan itu. Atau yah, sebenarnya semuanya tergantung situasi. Kalau saya sedang mood, ya saya terima dan makan, karena pada dasarnya saya tidak suka membuang makanan. Tapi kalau sedang tidak mood, saya akan tolak apapun itu, termasuk makanan, so please everybody jangan bilang saya ngga tahu terima kasih, menolak rezeki atau apapun. Saya hanya perlu waktu untuk meluruskan mood.

The way I talk? I just love talking straight to the point, straight to its meaning, then I can go back to my work. Exception to one person and my family and people I decide.

Treating others? I treat others the way they treat me and since I avoid conflicts, I just being silent to whom I don’t like.

That's all! Argh!