Wednesday, December 15, 2010

Saya dan Pria yang tidak selalu di samping.

Mungkin beberapa postingan saya ke depan akan terus menerus mengenai pasangan.

Tahukah anda? (opening ala artikel2 majalah)

Pasangan saya mendengarkan hands down-Dashboard Confessional. Saya menikmati you make me feel brand new-simply red yang menye-menye itu.

Dia dengan inisial “D” sangat lempeng dengan hidupnya, ngga neko-neko. Saya sangat complicated, mendetail membahas masalah, penasaran sama definisi siapa saya, self-obsessed.

Orang yang saya beri julukan K tersebut tidak aware dengan ponselnya. Saya tidak bisa jauh dari ponsel, bahkan mengecek apa ada yang salah kalau tidak ada sms masuk seharian.

Pria tambun itu aktif di jejaring sosial, ngasih komen ini itu, punya teman banyak. Lagi-lagi saya hanya punya teman kurang dari 5, punya jejaring sosial hanya untuk stalking perkembangan hidup orang-orang tanpa gairah meng-update (such a psycho indeed, well I call myself a born to be detective).

Drummer ini memprioritaskan kenyamanan dalam bekerja, saya kompensasi dan idealisme sebagai penulis.

Dia tidak berencana; saya hari ini bla bla bla mau ngapain, besok ngapain, wiken ngapain, seminggu ini pake baju bla bla bla, ribet juga sih saya.

He is a music maniac; I am a movie maniac.

He is an outdoor person, I always love living at my room: watching or reading.
Dia berbicara 500 kata per hari; saya 50.000 kata juga per hari.

Saya drama queen, mendayu-dayu saat ada kesulitan pacar tidak di tempat, dia: tidak menanyakan kabar, asik ngutak ngatik hp atau ngopi lagu baru.

Mari kita percaya Tuhan itu adil dan telah menciptakan manusia berpasangan-pasangan sesuai jodoh yang tertulis dalam buku 50.000 tahun lalu itu. Tidak selalu pasangan yang kita inginkan memang, tapi dia yang terbaik yang dipilihkan Tuhan untuk saya. Bisa dibilang, buat dia: saya itu menyebalkan, buat saya: dia sama menyebalkan.Walaupun dia dan saya berbeda kutub, semoga ada satu titik yang selalu merekatkan. Seperti pasangan ini:

Satu sketsa yang saya ambil dari blog sang istri:

Sambil bebenah, seperti biasa.. Faz kan orangnya butuh pengakuan, butuh pernyataan, sedangkan saya orangnya dataar, lempeeng, bahagia atau sedih cuma dalem diri saya yang tau.. makanya Bebi nanya "Seneng gaa udah jadi ke Benoa? Udah main watersport?". "Iya seneng". "Ga boleh gitu doang jawabnyaaa.. " "Oiyaaa.. seneng banget bebiiihh makasihh yaa udah mau ke Benoa trus bayarin kita main-main."
"Love you"
"Love you too"
(dikutip dari karasanten blog, note: kar, izin mengutip ya, mendapat inspirasi dari blog-mu )

Biasanya saya tidak mempersembahkan tulisan, tapi tulisan ini saya peruntukkan kepada pria yang tidak selalu di samping nan saya suka dan teman saya yang bernama MALAIKAT, yang akan menikah Januari mendatang, happy married!

Tuesday, December 14, 2010

Telan bulat-bulat.

Hmm..pagi saya sudah berjalan satu setengah jam. Tapi aktivitas saya tidak lebih dari sekedar stalking his life, her life, your life and their life. Sepertinya hidup saya memang banyak habis untuk stalking, selebihnya menghibur diri dan bekerja.

Hmm saya mau cerita apa ya..terlalu campur aduk pagi ini, mulai dari posisi duduk di bus yang menyulitkan, hidung yang mampet, sampai menemui bahwa anda di-block oleh seorang follower. Saya menyesal sekali mengetahui itu, entah saya baru menyadari bahwa saya di-block atau sudah lama atau apapun tetap membuat saya menurun.

Yah, tapi udah terjadi, telan saja.

Apakah anda belajar dari pengalaman? Saya belajar dari film; belajar apa yang saya mau, belajar siapa saya, belajar seperti apa lingkungan saya. Sayang, belum bisa belajar siapa pasangan saya dari situ. Dan saya tetap bertanya-tanya kenapa, kenapa berpasangan, kenapa tidak cukup dengan keluarga yang hiruk pikuk. Saya hanya mau keluarkan keluhan tanpa balasan.

Sulit sekali fokus pada passion di saat-saat seperti ini. Bekerja saja terus seperti robot juga bukan ide yang baik. Maka telan bulat-bulat sambil terus mengingat wajah orang yang mem-block anda dan apa saja perlakuan dia ke anda, mungkin akan memberi ide apa yang akan anda lakukan pada orang itu, dan hiburan apa yang pantas anda terima.

Monday, November 29, 2010

No Beer for You Dear

(Asyik ya judulnya? Hehe I wish I could play guitar, bikin lagu dengan judul di atas. Ahoy!)

Kamu tahu apa obat stress buat orang-orang yang dilarang menenggak bir atau minuman beralkohol lainnya? We’re dancing. Nope.

Pertama kita akan ngomong sendiri, ngeluh ini ngeluh itu. Saat stress tidak juga hilang, lalu kita mulai buka-buka playlist. Bosan dengan tune yang sama, kita akan streaming dengerin radio, denger lagu-lagu baru, ikut menyumpah serapah saat lagunya menuturkan lirik kasar.

Jango, si internet radio, membuat saya berkhayal memiliki pacar dengan nama yang sama. Seperti apa rupanya? Nanti dulu saya sedang memikirkan bagaimana saya akan memanggilnya: Jeng? Nggo? Go? Jenggo?. Ahh ngga enak ya. Penampilannya? Jelas dia akan memakai kemeja flannel dengan dua kancing dibuka di bagian atas. Bagian lengan dilipat asal. Jeans belel sobek-sobek, sepatu boots coklat butek. Dan dia akan jemput saya pulang kantor naik motor gede, manggil saya dari kejauhan dengan “Hai beib” sambil buang sisa rokoknya menyalakan mesin motor. Haha!

Gila memang khayalan saya. Tapi mungkin efeknya jauh lebih mujarab untuk stress daripada bir atau wine di pagi hari yang bikin kita hangover sepanjang hari.
Kalau ditanya apa saya tidak penasaran dengan efek si bir? Tentu saya penasaran, tetapi sungguh saya menikmati khayalan-khayalan yang didasari keinginan saya mengenal bir lebih jauh. Halo B.I.R, kenalkan saya N.Y.D.A, pengkhayal, apakah kamu pemabuk?  senyum kecil semuaaaa!

Thursday, November 25, 2010

Ilmu Tinggi, Penyerapan dan Penerapannya

Tadi saya mendapat pemandangan yang menggelitik untuk ditulis. Seorang wanita berjilbab membawa Al-Quran dan mengkaji terjemahannya di bus. Yang menggelitik bukan aktivitasnya, tetapi caranya berpakaian. Bajunya transparan di sepanjang lengan dan longgar di bagian bawah, jadi sedikit saja bergerak atau mengangkat tangan pasti si lengan baju akan melorot hingga siku. Padahal itu termasuk bagian aurat. Saya berusaha positive thinking mungkin dia muallaf, baru belajar jadi belum tahu hukum-hukumnya.

Saya pun berpikir lebih panjang lagi, sudah bukan hal umum sepertinya orang berilmu hanya menjadikan ilmu sebagai ilmu, hakim belajar hukum tetapi ada juga yang masih menyelewengkan wewenangnya, wakil rakyat tahu hak dan kewajibannya tetapi ada juga yang melalaikannya, wanita berjilbab tahu mana yang halal dan yang tidak halal untuk diperlihatkan pada bukan muhrimnya tapi tidak bisa menetapi. Semua ilmu yang jauh-jauh dicari, mahal-mahal dibeli, susah-susah dilafalkan setiap malam hanya sekedar menjadi pengetahuan, diserap bukan untuk diterapkan.

Memang manusia tempatnya salah dan dosa, tapi bukankan selalu ada kesempatan untuk memperbaiki diri? Haaah saya jadi serius dan menggurui gitu ya disini.

Saya sendiri sebenarnya masih belum menerapkan ilmu, salah satunya ikhlas dan bersabar, tadi pagi saya dorong pengamen yang nyanyi ngga bisa diam sambil joget-joget, walhasil beberapa bagian tubuhnya seperti pantat dan tangan beberapa kali menyenggol tubuh saya. Tanpa banyak bicara pun saya dorong tubuhnya. Dia ngomel-ngomel panjang berulang kali, saya tetap dorong dan tidak mendengar satu pun perkataannya dengan jelas: diselamatkan oleh dentuman blackout dari linkin park yang liriknya sangat pas mewakili isi hati si pengamen saya rasa, simak penggalan berikut:

Fuck it, are you listening?

-berjilbab tapi masih belum bisa ngerem bicara kasar: itu saya

Sunday, September 26, 2010

The Experiment

Abis nonton The Experiment, which is merupakan remake dari film Das Experiment, film thriller psikologis Jerman. Setelah nonton film ini, benar-benar membuka mata bahwa manusia itu dikasih akal tapi kadang terperdaya juga dengan emosi yang dimilikinya. Cerita dimulai dari sebuah lowongan kerja yang tertera di koran. Disana tertulis pekerjaan untuk sebuah behavioral experiment dengan gaji $1000 per hari dan mereka yang terpilih akan menjadi objek percobaan itu selama dua pekan. Tidak disebutkan disana eksperimen apa yang dimaksud, begitu juga saat wawancara pemilihan calon objek dilakukan.

Mereka hanya ditanyakan tentang objek-objek umum seperti agama serta pandangan-pandangan mereka mengenai segala macam hal misalnya keadilan. Adrien Brody yang terlihat cool di film The Brothers Bloom yang pernah dimainkannya bersama Rachel Weisz, disini tambah bikin saya terpukau. Dia memainkan tokoh Travis, yang lurus dan sebelumnya bekerja part time di rumah pensiunan, mengurus orang-orang lanjut usia. Karena ingin menyusul pacarnya ke India, dia membutuhkan uang cash cepat, dan behavioral experiment ini, menjawab keinginannya.

Singkat cerita, Travis yang lurus dan rasional lolos seleksi. Cerita berlanjut dengan terpilihnya 26 pria dengan latar belakang berbeda. Mereka dibawa ke sebuah penjara tak terpakai untuk melakukan eksperimen. Ke-26 orang tersebut dibagi menjadi dua, sekitar delapan orang terpilih sebagai sipir penjara dan sisanya sebagai tahanan. Aturan diberikan. Peran dimainkan.

Dan konflik dimulai saat salah seorang sipir secara tidak sengaja terkena lemparan bola salah satu tahanan. Situasi yang dirancang sedemikian rupa dimana sipir merasa memiliki kekuasaan, mendorong mereka untuk memanfaatkan kekuasaan itu. Ternyata memang kekuasaan membuat orang jadi gila. Gila kuasa. Gila menindas.

Forest Whitaker sebagai Barris yang berusia 42 tahun dan masih tinggal bersama orang tuanya merasa peran sipir yang dimainkan olehnya telah merubah kenyataan bahwa dirinya hanya sekedar tua bangka yang masih tinggal bersama ibunya dan selalu dipanggil chickenshit, tanpa memiliki rasa kebanggaan apapun. Jadilah peran sipir membuatnya kalap. Dia mendramatisir segala sesuatu yang dilakukan oleh tahanan.

Pertama para sipir menyuruh tahanan untuk push up sebagai hukuman. Tetapi Barris yang diperbudak kekuasaan mulai mempraktikkan ide-ide gilanya salah satunya dengan menakut-nakuti tahanan. Berawal dari kebenciannya terhadap Travis yang tidak takut sama sekali terhadap Barris bahkan mempermalukan Barris di depan tahanan dan kawan-kawan sipir lainnya. Barris lalu mulai melakukan tindakan kekerasan yang sebenarnya dilarang untuk dilakukan dalam eksperimen ini.

Barris bersama sipir lain mengeroyok Travis, mengencinginya, membenamkan Travis dalam toilet yang belum di-flush (pas bagian ini saya mual sumpah). Barris juga tidak segan untuk menghukum siapapun yang membangkang. Dia tidak juga menaruh rasa kasihan pada Benjey salah satu tahanan yang menderita diabetes dan membutuhkan insulin. Barris menolak memberikannya insulin hingga akhirnya Benjey mati dan perlawanan dimulai.

Kesabaran Travis habis, kesabaran para tahanan habis kepada para sipir palsu yang berlagak sungguhan. Di bawah pimpinan Travis mereka memberontak. Pertempuran sengit berlangsung. Dan kondisi berubah 180 derajat. Para sipir yang jumlahnya lebih sedikit kini bertekuk lutut di bawah tahanan yang jumlahnya lebih banyak.

Lima hari bermain peran, beragam kejadian mencekam terjadi. Sipir memperkosa tahanan. Sipir mengeroyok sesama sipir. Tahanan dikurung dalam ruang gelap. Tahanan tidak diberi makan. Tahanan dipukuli.

Pertempuran ini mengakhiri peran yang mereka mainkan, gerbang penjara dibuka. Eksperimen berakhir.

Menonton film ini, membuat saya sadar bahwa:
1. Siapapun yang melakukan atau mendanai eksperimen itu sudah gila
2. Kekuasaan dalam bentuk apapun “drive people crazy” even just in a roleplay
3. Kemanusiaan selalu punya tempat
4. Dalam kekerasan, korban akan selalu lahir, bukan penyelesaian
5. Dan kebenaran akan berontak dengan caranya, mencari tempat
6. Manusia tidak bisa diukur, tidak dengan tato yang menempel di tubuhnya, tidak dengan jawaban yang keluar dari mulutnya, tidak dengan pandangan matanya, tidak dengan perilakunya, tidak dengan teori-teori psikologis. Manusia tidak terukur, dia dinamis, dia berubah, menyesuaikan diri dengan lingkungan, menempa diri dengan ujian, dan tanpa teori, mereka selalu bisa belajar. Manusia selalu bisa menyelesaikan, saat ia memakai akal, memandang ke dalam hati, mempertanyakan diri sendiri

Dalam film itu ada satu scene yang membuat saya tersenyum, saat dimana Travis sedang diwawancara Dr. Archalata sang psikologis, saat sedang ditanya soal justice.
Travis hanya menjawab: Justice is, it starts wars. An eye for an eye.
Saya tidak memancing perbedaan pendapat disini, semua pendapat selalu ada benarnya dalam terminologinya masing-masing, situasi yang dialami dan manusia yang terlibat di dalamnya.

Entah kenapa saat Travis menjawab itu, I slightly whispered: You’re genius Travis.
Travis yang suka nonton discovery channel, yang melayani orang-orang jompo, menemani mereka bermain, mengingatkan mereka minum obat, bercita-cita menyusul pacarnya ke India. Walaupun pengangguran dan tidak bergelar, dia jauh lebih jenius dari psikolog Dr. Archalata.

Tuesday, September 21, 2010

Manner? Matter!

manner:
a person's outward bearing; way of speaking to and treating others: She has a charming manner.

Apakah saya tidak punya good manner? Relatif.

Saya tinggal di Indonesia, tetapi manner saya jelas berbeda di antara sesama orang Indonesia, perhatikan juga usia. Perhatikan lagi gender. Yang paling penting perhatikan situasi. Karena saat sedang tidak mood, Nyda Aulia tidak peduli manner! Indikasi tidak mood? Ada segala sesuatu di luar plan.

Saya tidak akan bilang ya, kalau ada yang memberi makanan di saat saya sedang fokus dengan pekerjaan, atau saya tidak suka makanan itu. Atau yah, sebenarnya semuanya tergantung situasi. Kalau saya sedang mood, ya saya terima dan makan, karena pada dasarnya saya tidak suka membuang makanan. Tapi kalau sedang tidak mood, saya akan tolak apapun itu, termasuk makanan, so please everybody jangan bilang saya ngga tahu terima kasih, menolak rezeki atau apapun. Saya hanya perlu waktu untuk meluruskan mood.

The way I talk? I just love talking straight to the point, straight to its meaning, then I can go back to my work. Exception to one person and my family and people I decide.

Treating others? I treat others the way they treat me and since I avoid conflicts, I just being silent to whom I don’t like.

That's all! Argh!

Tuesday, August 24, 2010

Membaca Figur

Mungkin memang tidak semua orang memiliki keahlian yang saya miliki. Well, belum tentu ini sebuah keahlian juga sih. Ok, mari kita coba: Apa yang Anda pikirkan saat melihat ada penjual remote pinggir jalan paruh baya melayani pembeli yang merupakan seorang pegawai swasta rendahan yang sama paruh baya?

Saat melihat pemandangan itu, di kepala saya terbersit kalau waktu cepat sekali berjalan. Hingga usia paruh baya, penjual remote dan pegawai swasta rendahan belum sempat mengumpulkan uang untuk dinikmati di hari tua, atau mungkin harta simpanan tidak cukup tertib dijaga, jadi raib sebelum dinikmati di usia senja.

Mungkin juga semua pemikiran yang berseliweran tadi salah semua.

Walaupun tidak selancar Temple Grandin, sebagai orang visual, saya menikmati perjalanan pulang pergi ke kantor. Saya merekam setiap gerakan, pakaian yang melekat, bentuk dan kejadian. Sambil merekam, serangkaian ide ini itu berseliweran, menyimpulkan profesi, sifat, minat kecenderungan bahkan nasib dari masing-masing objek yang saya nikmati.

Sangat subjektif memang. Tapi saya menikmati aktivitas rutin itu.
Mungkin kalau Anda hadir di hadapan saya sekarang, saya dapat membaca figur seperti apa seorang Anda.

Tuesday, August 10, 2010

Mencari Jati Diri

Agak terlambat memang. Mungkin judul di atas cuma istilah yang saya pakai saja. Semalam, saya dan tangan kanan saya membicarakan genre musik. Seperti pernah saya tulis sebelumnya, saya menyukai Kanye West sama seperti saya menyukai Postal Service. Dua subjek yang berada di track berbeda.

Dia (si tangan kanan) dan musiknya bisa menggunakan keyword NOFX dan punk rock. Saya dan musik saya, masih memilih kotak yang tepat. Sampai tadi pagi akhirnya, saya mendengar satu lagu ini di radio, Good Enough dari Dodgy. Lalu saya browsing lebih jauhlah siapa Dodgy ini. Ternyata alirannya power pop. Saya cukup amazed, mengingat beberapa waktu lalu saya sempat jatuh hati sama Tortured Soul, band pertama yang saya ketahui alirannya adalah power pop.

Mulailah saya tanya Wiki, siapa saja band power pop itu, tercengang lagi saya melihat nama-nama Semisonic, The New Pornographers, dan Fastball ada disana. Band-band yang akrab namanya di telinga saya mulai dari zaman seragam putih biru. Saya baru tau mereka termasuk power pop.

Hasil wiki sana sini, akhirnya saya mulai mengotakkan diri saya di belantara power pop. Mungkin nanti akan terbelah di belantara-belantara lain. Yah pencarian jati diri hari ini, cukup mencerahkanlah :)

Friday, August 6, 2010

Nada-nada, blog-blog, seliwar seliwer cara pandang.

Seharian ini nada-nada yang saya dengarkan sekitar Christian Bautista, Chrisye dan yah begitulah. Namanya hidup di cubicle. Walhasil kerja saya pun jadi melelet mendengar nada mendayu-dayu. Bolak-balik baca satu paragraf ke paragraf lain, tetap ngga ngerti berita ini intinya apa. Well, pekerjaan saya menulis, jadi kerjanya ngga jauh-jauh dari baca-tulis.

Sebenarnya saya cuma mau share, saya merasa hidup saya lebih baik. Mungkin karena diskusi serius semalam dengan tangan kanan saya, akhirnya mata saya terbuka, selalu ada cara pandang lain, solusi alternatif dan lain-lain. Kadang-kadang kita lupa bukan?

Blog-blog yang saya baca belakangan pun nampaknya tidak terlalu berpengaruh lagi kini. Biarlah saya belum make photoshop atau lightroom, belum pede juga nulis pake bahasa Inggris. Biarlah saya ga bisa mengategorikan musik yang saya suka, mengingat Kanye West dan Postal Service jauh bertolak belakang.

Saya sudah lebih bisa menerima bahwa segala yang saya suka, ngga bisa dikotak-kotakkan. Begitu juga diri saya atau jenis tulisan saya atau minat saya terhadap segala sesuatunya.

Wednesday, June 30, 2010

Normal Dianggap Aneh, Aneh Dianggap Normal

Memang setiap orang punya perspektif, tapi lalu apa yang bisa saya lakukan saat sebagian besar teman saya men-justifikasi bahwa saya “aneh”. Alhamdulillah, saya selalu berteman dengan orang-orang baik, hanya saja risikonya jadi kita di-cap “paling-paling”, walaupun saya sudah bersikeras bahwa di luar sana pasti ada banyak nyda-nyda lain atau bahkan lebih-lebih dari nyda.

Saya tidak mungkin membeberkan aib-aib saya disini. Ok, mungkin akan saya ceritakan satu yang mereka anggap aneh dan baru saya alami belakangan. Dalam seminggu ini saya melihat keberadaan curut di kamar saya, saking takutnya, selama dua malam berturut-turut saya tidur dengan mama saya. Saat saya kembali tidur di kamar, ketakutan itu menjelma dalam mimpi saya.

Mimpi itu saya beri nama: Pesan dari Sang Curut

Begini ceritanya:

Dalam mimpi, si curut yang sedang saya buru tiba-tiba berbicara: “Ampuni saya, saya cuma disuruh,” cicitnya.

Tidak percaya begitu saja dengan cicitannya, saya pun mengikuti si curut dan sampailah saya di sebuah pabrik beras besar.

Di dalam pabrik itu ada satu proses rahasia yang menjadi kunci utama keberhasilan merek beras tersebut.

Ternyata selama ini, pemilik pabrik, memperbudak setiap anjing, kucing, tikus, dan curut yang memiliki spesifikasi bulu hitam (pengecualian untuk tikus dan curut yang menurut saya warnanya abu-abu gelap).

Para binatang berbulu “gelap” tersebut diutus untuk menyusup ke rumah-rumah, mengambil beras-beras busuk di rumah tersebut dan membawanya kembali ke pabrik. Di pabrik, saya lihat, ada sebuah alat dari beton berbentuk bulat pipih, alat tersebut telah dilengkapi dengan teknologi canggih yang bisa mengubah beras busuk menjadi beras putih.

Praktik pemutihannya dilakukan dengan cara menghamparkan beras di atas alat bulat pipih tadi kemudian menumpuknya dengan anjing, curut, tikus dan kucing dengan urutan dari atas ke bawah: anjing-kucing-tikus-curut. Pemutihan ini hanya bisa dilakukan di tepi pantai saat matahari sedang tinggi-tingginya, mengeluarkan sinar terik.

Peluh berjatuhan dari binatang-binatang gelap. Matahari pun tak gentar mengeluarkan terik. Dan voila! Beras kembali menjadi putih bersih. Butiran-butiran beras tersebut lalu siap dikemas dalam karung dan didistribusikan kembali di pasaran.

Saat karung demi karung dinaikkan ke dalam container itulah, saya bisa melihat cap beras yang sudah sangat terkenal itu. Sayang sekali saya lupa, merek apa yang tertulis.

Yah begitulah mimpi yang dianggap teman-teman saya aneh dan “nyda banget”.

Padahal tadi siang saya mulai berpikir, jangan-jangan curut di kamar itu berusaha menyampaikan pesan rahasia kepada saya melalui mimpi.

Well, kalau ada yang baca blog ini, apakah menurut kalian saya aneh?

Tuesday, June 1, 2010

STAGNANT, tidak ada jawaban

Mungkin ada saatnya memang dalam hidup kita semuanya terasa begitu stagnant, ngga tau harus melangkah kemana, ga tau mana yang satisfying; mana yang ngga. Semuanya cuma lurus dijalanin.

Seperti juga yang saya rasakan sekarang.

Pekerjaan atau love life semuanya datar, apalagi passion saya, ini tanda-tanda apa ya?

Semoga bukan putus asa yang berkepanjangan.

Saya hanya merasa tidak perlu membuktikan apa-apa pada diri sendiri, pada orang lain.
Tidak juga merasa perlu untuk memuaskan keinginan sharing yang biasanya menjadi kebutuhan sehari-hari.

Rasanya cukup bekerja biasa, pulang dan menghabiskan wiken dengan nonton dvd atau film-film dari teman. Atau berbincang sebentar dengan keluarga, tidak ada kebutuhan meng-sms atau di-sms, tidak merasa kehilangan saat tidak ada pesan menanyakan kabar, atau suara yang berkeinginan kuat di malam hari untuk mendengar suara saya.

Mungkin kita berdua sudah lelah dan menyerah di dalam hati. Paling tidak ini bisikan yang tidak ingin didengar pasangan. Tapi diam begini saja juga tidak sehat.
Walaupun tidak ada orang lain, tapi rasanya sudah cukup fulfilled dengan kehadiran dorama-dorama itu.

-acting strong

Sunday, May 9, 2010

Seperti apa orang zaman sekarang mengartikan cinta?

Saya merasakannya penuh pengorbanan. Pendengaran saya, namun bagaimana, mendengarkan kisah-kisah yang berbeda. Ada satu wanita, berumur, dan katanya memiliki banyak affair. Ada satu wanita lagi, masih belia, dan katanya membina hubungan terbuka, tidak terikat dengan siapa pun, semuanya “teman”. Ada satu lagi wanita yang dipuja-puja, namun main belakang. Bukan hanya perempuan saja, saya tahu. Saya hanya kehabisan cara memaklumi yang demikian.

Biar seberapa acuh pun saya, tetap berita-berita seperti itu, membuat saya diam dan berpikir lama. Ketidaknyamanan itu kemudian tumbuh, saya mulai mengotak-ngotakkan pergaulan saya. Menjaga diri dari segala pengaruh. Dan masih bertanya, apa yang membuat hati menoleh? Alasan apa yang membuat komitmen sakral itu bisa dipatahkan? Rasa seperti apa yang tertinggal di kepala dan hati mereka?

Saya tahu hal ini bisa terjadi pada siapa saja, termasuk saya, kapan saja termasuk sekarang. Hanya saja, tetap buat saya tidak ada alasan yang membenarkan. Tinggal bilang tidak, saat rasanya sudah tidak sama, tinggal bilang tidak saat penderitaan dan pengorbanan yang dilakukan dirasa terlalu besar, tapi buat apa main bohong-bohongan? Bukankah itu bodoh?

Meyakini diri sendiri pintar berarti: tahu apa yang harus dilakukan saat ketidaknyamanan menyerang. Dan perselingkuhan tetap penyakit yang sewajarnya bermukim di kepala-kepala rendahan. Ya, ya, ya, saya tahu, dasi bukan berarti martabat yang lebih tinggi atau hak tinggi bukan keluhuran budi, tapi bukankah harga diri harusnya sejajar dengan jumlah nol yang mereka hasilkan? Bukankah banyaknya angka nol itu yang membuat mereka merasa naik harkat dan martabat?

-pengamat affair

Monday, April 12, 2010

Writer’s Block

Karena mengalami penyakit yang umum dijalani para penulis tersebut, akhirnya saya putuskan untuk mendengar radio dan tersenyum-senyum sendiri mendengar ulah kocak penyiarnya. Dilanjutkan dengan buka-buka website New York Times dan The New Yorker. Terperangkap dengan berita peraihan Pulitzer 2010, saya baca-baca siapa dapat apa, terus buka web-nya Craig Walker yang memenangkan Pulitzer untuk feature photography.

Hmm..keren. Kadang-kadang saya pikir pekerjaan-pekerjaan seperti fotografer, penulis dan pekerjaan-pekerjaan formal berbau kreatif lainnya tidak memerlukan training ini itu, workshop ini itu, cukup punya ide original brilian. Ditambah tekad yang kuat.

Ternyata saya menemukan data ini di Denver Post:
Walker has been with The Post since 1998. A graduate of the Rhode Island School of Photography, he began his career in Massachusetts, at the Marlborough Enterprise.

Eh, ternyata dia ngga cuma modal ide deng, well at least dia punya skill yang cukup dengan berbekal sekolah di Rhode Island School. Saya masih modal ide doang tapi, belum pernah benar-benar belajar jurnalistik atau sebagainya. Pokoknya menulis, menulis, menulis, pakai feeling dan intuisi. Hasilnya, belum dikeluhkan soal tulisan.
justru dikeluhkan soal kedisiplinan. Hehe.

Haah. Setelah baca-baca, saya malah pusing, entah karena font-nya yang terlalu kecil atau mata saya memang minus.

Well, sepertinya seharian ini saya tidak berhasil menulis artikel apapun, walaupun ada tiga artikel yang saya targetkan selesai hari ini.

Semoga makan siang nanti membawa pencerahan.

Tuesday, March 9, 2010

Berkejaran.

Berkejaran dengan waktu sudah pasti dialami setiap hari. Tapi belum tentu setiap hari orang berkejaran dengan bis, atau lampu merah untuk keamanan saat menyeberang kan? Seperti Seno Gumira Ajidarma pernah bilang: manusia Jakarta dalah manusia mobil.

Selain mobil, di pagi buta jam setengah enam pagi, juga berdesakan adegan akrobatik dari para pengendara motor dan raksasa penguasa jalan seperti patas ac atau bis-bis ukuran sedang. Manusia mobil berkejaran dengan three in one. Akrobatik motor berkejaran dengan celah-celah jalanan. Patas ac dan bis berkejaran dengan bis lainnya; mengejar penumpang dan setoran.

Tidak seperti biasa, pagi ini, saya terpaksa turun ke jalan dari mulut underpass karena angkutan umum yang saya naiki terjebak alias tidak jalan sama sekali karena ada patas yang ngetem di tengah jalan. Saya menginjak kol busuk (sambil bersyukur karena telah memutuskan memakai flat shoes daripada wedges), menyaksikan penjual sayur mengupas jagung, membungkus pare, menata bayam, wortel dan timun atau membungkus tempe dengan daun pisang. Semuanya dilakukan dengan cepat dan sambil diselingi senda gurau dengan sesama teman penjual sayur. Mereka berkejaran dengan uang sekolah bulanan anaknya atau tuntutan keluarga di kampung.

Saya bangun jam 4 pagi. Terburu-buru mandi. Terburu-buru pakaian dan menyiapkan sarapan. Saya berkejaran dengan kemacetan di Jakarta. Kalau saya berangkat jam 5, saya bisa sampai kantor jam 6.30, artinya perjalanan memakan waktu 90 menit. Tapi kalau saya berangkat 5.30, waktu perjalanan akan molor sampai dua jam. Begitu seterusnya. Hingga kadang waktu perjalanan mencapai 2,5 – 3 jam. Prihatin.

Jakarta. Semua orang lari-lari. Terbirit-birit dengan waktu.
Nyda pagi ini: jogging sambil menyeberang jalan, sambil melewati pelataran Plasa Senayan dihibur dengan Heard ‘Em Say-nya Kanye West feat. Adam Levine (Maroon 5), dibuat ngiler dengan bau kopi Starbucks, yang bahkan belum menurunkan kursi-kursinya. Tiba di cubicle, IP phone saya menunjukkan jam 6.40. Dan sepatu yang menginjak sayuran di pasar tadi, kini mendarat di atas karpet lurik abu-abu bercampur dengan partikel debu yang bersembungi di serat-serat karpet. Simbol penduduk sub-urban yang bertitel sarjana dan seringnya dicap social climber. Pagi ngebis, sampe kantor adem nga-ac. Selamat pagi!

Monday, March 8, 2010

Mulai di Senin, Dari Angka 0

Senin adalah hari pertama kerja setelah libur di Sabtu dan Minggu.
Dan 0 adalah angka pertama dalam bilangan cacah.
Saya tidak tahu siapa yang membuat teori ini. Seperti juga teori yang telah ada, pertanyaan “mengapa” dijawab dengan “karena”.
Membosankan sungguh hidup dalam pola tertentu.
Delapan jam kerja:
1 jam nyanyi2 dan memainkan playlist.
4 jam nonton dvd
1 jam makan siang
2 jam tidur siang
Pola nyda.

Monday, March 1, 2010

Kesempatan

(Menulis sambil mendengarkan Postal Service: Sleeping in; tune-nya menggoyang bahu)

Berbicara soal kesempatan memang terkadang bikin keki. Ada yang bilang kesempatan datang karena keberuntungan, ada juga yang bilang kesempatan didapat karena dicari dengan kerja keras.

Saya percaya kesempatan datang di saat keyakinan bulat sudah dan jerih payah terkuras habis, tidak lupa doa yang dikomat-kamitkan di mulut dan hati.

Beberapa kenalan saya memiliki kesempatan yang saya inginkan sejak lama, namun belum kesampaian. Kadang memang mengundang dengki, tapi saya juga yakin kalau saya kurang gigih untuk mendapatkan keinginan saya. Karena saya tidak bisa merelakan delapan jam waktu tidur saya untuk mengejar mimpi.

Ada satu kenalan yang mendapat kesempatan kuliah di luar negeri dengan duit ortu, ada lagi yang di usia 23 udah semester akhir untuk gelar master-nya, belum lagi yg udah nerbitin beberapa bukunya.

Saya menghitung-hitung tabungan saya, belum cukup untuk kuliah lagi, belum juga cukup buat nerbitin buku sendiri. Harus sabar lebih, atau irit lebih lagi. Haha.
Pada dasarnya, kesempatan itu ada di depan mata, terbentang luas, cuma kita pasti milih-milih mana yang mau diambil, mana yang sesuai, mana yang bernilai.
Tapi kalau terlalu lama memilih-milih juga, risikonya kesempatan akan terbang menjauh.

Daftar kesempatan yang saya lewatkan di antaranya:
1. Menjadi penyanyi blues, mengingat Papa saya aktif di Inablues pasti jalan menjadi penyanyi blues lebih mudah dan mengingat kata Koh suara saya terbilang bagus untuk penyanyi amatir
2. Menerbitkan novel sendiri, waktu itu saya memperoleh beasiswa menulis kreatif dari Agromedia, janji mereka novel yang selesai akan dibantu penerbitannya, sayang sekali novel saya ngga maju-maju, jadi tidak ada yang bisa diterbitkan. Teman saya sesama penerima beasiswa sudah dua buku diterbitkan
3. Kuliah di Australia, waktu itu ceritanya ada yang mau membiayai kuliah saya tapi karena baru kenal saya tolak, saya paling tidak suka balas budi

Tapi saya yakin satu pintu kesempatan tertutup, pintu kesempatan lain dibuka.
Buktinya hari ini saya berhasil menulis 67 edisi newsletter tentang perusahaan tempat saya bernaung, total berarti ada 191 artikel, dalam kurun waktu 1 tahun 5 bulan. Suara saya juga sudah saya distribusikan kepada salah satu calon music director. Dan katanya ok, saya bahkan dipercaya untuk menciptakan lagu berdua dengan beliau. Soal kuliah di luar negeri masih meraba-raba memang, tapi salah satu pembaca blog ini, percaya ngga percaya, mau mensponsori buku pertama saya (mudah-mudahan yang ini tidak saya lewatkan).

Jangan lupa syukuri kesempatan-kesempatan kecil yang kadang terlupakan.
Kesempatan yang tidak saya lewatkan hari ini adalah tidur satu jam di bis dari total 2 jam perjalanan dengan rute Pamulang-Senayan. Alhamdulillah.

Raih kesempatan dan bersyukur.

Note:
Semoga tulisan saya selalu bermanfaat seperti ini, tapi tidak bohong saya lebih suka mencela orang lain dalam tulisan. Rasanya seperti dibebaskan dan paling benar. Karena itu Gandhi dan Mother Theresa cuma ada satu di dunia dan orang seperti saya jumlahnya mungkin jutaan tersebar di daerah-daerah sub-urban.

Monday, February 22, 2010

Yang Muda, Yang Berjaya

Sebenarnya benar juga adanya yang muda yang berkarya, suka-sukalah. Pagi ini saya bagun dengan terkaget pada jam 3 pagi, mau sholat malam rasanya berat sekali badan ini, akhirnya saya putuskan doa malam saja (pertimbangannya doa malam tidak perlu mengangkat tubuh dari atas tempat tidur dan kena air wudhu yang membuat badan tersiksa kedinginan).

Tidur lagi dan saya bangun jam 4.47. Terkaget. Berusaha tenang sambil segera bersiap-siap.

Berangkat 5.30.

Di bis saya sudah mulai terkantuk seperti biasa; terbawa ayunan rem supir bis. Pemandangan di sebelah kanan saya sungguh membuat semangat, seorang anak muda usia sekitar 26-27 tahun berlari cepat sekali seperti adegan Forrest Gump dikejar teman-temannya. Saya tidak tahu target anak muda ini, sampai melihat matanya mengarah tajam ke satu patas AC (ooo..ngejar bis tho!).

Saya jadi ingat masa SMA, saat saya juga selalu mengejar-ngejar angkutan umum, karena sudah terlambat, alasan terlambatnya karena saya menunggu radio show kesukaan saya berakhir. Dangkal memang!

Melihat anak muda yang berlari itu, saya jadi mensyukuri nikmatnya menjadi muda. Badan masih sehat, kuat berlari-lari, kuat begadang sampai pagi, kuat pulang kantor hang out lagi sama teman-teman, kuat makan sop kaki kambing dua mangkok. Whoah nikmatnya jadi muda-mudi!

Renungan ini kemudian menjadi serius. Apa yang harus hilang saat usia saya memasuki usia 30 nanti? Apakah saya akan mulai kehilangan kondisi tubuh yang fit tadi, atau saya harus kehilangan gairah hura-hura? Apakah saya mulai mati perlahan?

Pemikiran menjadi lebih serius. Apa saja yang belum saya nikmati saat saya mengalami masa muda ini? Apakah saya sudah mencoba semua wahana di Dufan? Apakah semua makanan berlemak tinggi dan penuh penyakit sudah saya coba semua? Apakah saya sudah mencoba semua yang dilarang di masa tua nanti?

Bertambah serius. Apa saja yang sudah saya lakukan di masa muda saya? Cukup bermanfaatkah? Atau hanya kemampuan standar menghabiskan gaji bulanan di mal? Apa saja karya yang sudah saya buat?

Tuhan. Kenapa saya selalu berpikir panjang dan serius seperti ini? Bahkan saat hanya melihat pria usia 26 tahun berlari mengejar patas AC. Kenapa saya tidak mengagumi saja bentuk tubuh pria itu yang bidang tegap. Yang akhirnya berhasil mengejar patas AC dan menumpanginya.

Nyda: Yang muda, yang tak berdaya dengan pemikiran-pemikiran terlalu seriusnya.

Thursday, February 18, 2010

Pemerhati Wanita

Agak mengerikan memang meletakkan julukan “Pemerhati wanita” di tengah nama saya. Tetapi sejak zaman dahulu kala memang melekat sudah kebiasaan ini, bukan saja wanita, pria juga, pokoknya manusia. Pernah saya satu angkutan dengan dua anak SD laki-laki, mereka sedang main tebak-tebakan.

Permainannya begini: Pemain harus bisa menemukan kata lengkap dari inisial awal dan akhir yang diberikan lawan main. Contoh pertanyaannya sebagai berikut: Depannya “P” belakangnya “S”, nah jawabannya adalah “Parkir Gratis” dan letak kata tersebut ada di parkiran salah satu supermarket yang kita lewati. Dan, dengan muka komik, saya terbawa permainan mereka, celingak-celinguk cari kata yang sesuai inisial yang diberikan. Sungguh bodoh memang!

Kembali ke wanita, menurut saya wanita memang selalu menjadi objek menarik untuk diperhatikan. Bayangkan, mulai dari rambut, pilihan baju, aksesoris, sampai dandanan, lengkap semua. Objek saya pagi ini, mmmh menyenangkan. Cantik alami. Umurnya diperkirakan sekitar 18-19 tahun. Dan saya hanya mampu menangkap sosoknya dari kepala hingga dada, karena terhalang orang lain. Saya bisa jamin dirinya sehat. Rambut hitam panjang mengkilat dikuncir tinggi, mata bulat jernih, semakin indah dengan lengkungan alis hitam sempurna. Hidung tinggi. Bibir penuh dan sehat tanpa lip balm. Kulit coklat lembab sempurna, tidak terlalu berminyak atau kering.

Pakaian hari ini? Sempurna lagi. Dia memakai kemeja lengan pendek dari bahan katun jepang bermotif timbul dan bolong-bolong kecil, bagian leher dibuat sedikit lebih lebar dari kemeja pada umumnya. Warnanya peach. Seperti membawa pelangi seusai hujan yang mengguyur. Hah! indahnya makhluk Tuhan yang satu ini. Yang melengkapi kecantikannya adalah dia tidak bertingkah bak supermodel atau kontestan Miss Universe yang mengangkat dagu tinggi dengan pandangan mata “siapa saya, siapa kamu?”.

Dia juga terlihat tidak jijik berpegangan tangan pada besi bis bobrok ini. Matanya lincah kesana kemari. Memperhatikan orang. Dan seperti yang saya duga, dia pintar. Referensi saya bilang dia pintar, karena matanya menatap lama pada papan nama tempat kursus bahasa, menelaah satu per satu kata. Sama seperti saya saat pertama kali melihat papan tersebut. Bukan jaminan memang! Tapi saya yakin begitu.

Dua hari lalu, saya juga memperhatikan seorang wanita di angkutan. Anak SMIP. Pulang sekolah masih memakai jaket lengkap. Yang membuat saya menengok dan akhirnya memutuskan untuk memperhatikan dia lama adalah gerakannya mengelap keringat dengan tisu. Seperti putri-putri keraton. Tidak seperti saya yang mengelap dengan satu sapuan tisu, dia mengelap di titik-titik butir keringat satu per satu. Luar biasa. Setahu saya orang yang mengelap per butir seperti itu adalah orang yang sedang memakai make-up, tujuannya supaya tidak merusak make-up yang dikenakan. Masalahnya anak SMIP ini tidak sedang ber-make-up! Tuhan!

Gerak-gerik lainnya. Senyumnya jaim, tidak lepas. Matanya melirik-melirik, halus tapi mau. Dan di cuaca yang panas itu, rambutnya dibiarkan panjang terurai, dan setiap dia merasa kepanasan dia tidak mengangkatnya penuh, dia hanya mengangkat sedikit agar memberikan efek melengkung di bawah telinga. Luar biasa wanita ini. Penggoda!

Saya tahu saya cynical dan jahat. Tapi ini lebih baik daripada berpura-pura baik dan berbudi luhur tinggi. Saya tahu saya tidak cantik-cantik amat, tapi masih lebih cantik dari anak SMIP itu. Maafkan keterusterangan saya. Saya hanya lahir dengan casing rendah hati.

Tuesday, February 16, 2010

Tabiat Indonesian

Judul saya memang menunjukkan bukan sebuah karya yang baik. Sudah benar menggunakan kata tabiat, eh malah diikuti “Indonesian”, bukan “Orang Indonesia”.

Usai makan siang, saya mendapat sms dari seorang teman, isinya:
Teman: oia nyd sy bs mnta tlg ga?
Saya: kenapa?
Teman: lo sibuk ga sekarang?
Saya: Sibuk
Teman: Oh yaudah ga jadi.
Saya: “ “

Apakah percakapan di atas terbilang wajar?
Jawab saya, jelas tidak.
Saya mempraktikkan percakapan semacam itu untuk berbisara dengan senior2 saya di kantor.
“Mas, mba? Lagi sibuk ngga? Boleh saya tanya sesuatu?
Tujuannya demi menerapkan tata krama.
Tapi kalo sama teman mah hajar saja bleh! Hehe.
Nanti kalo dia ngga mau diganggu toh dia akan bilang..betul ngga?
Atau kebanyakan masih menahan diri untuk bilang?
Apakah kalian para pembaca blog saya juga begitu?
Mengecewakan.

Entah budaya apa yang merubah saya, tapi saya yang sekarang dengan tegas akan bilang tidak untuk yang tidak nyaman. Sepertinya begitu..*mulai tidak yakin sendiri hehe.
Apakah tabiat seperti ini boleh saya golongkan sebagai tabiat orang Indonesia, yang serba tidak enakan?
Mari Indonesian! Jangan cuma Say No to Drugs, “say no” juga untuk segala sesuatu yang berlabel “bukan gue banget” atau “bukan elo banget”. Mari kita bela diri bersama-sama, bebaskan. Bayangkan sudah 350 tahun kita dijajah Belanda! Another Indonesian character! Blame it on people!

Wednesday, January 27, 2010

“Pasaran, Taste-nya bagus, Ngga Level,” kata mereka

Banyak orang yang ingin membedakan diri dari orang lain. Contoh pertama adalah saya sendiri. Kedua, sepupu saya. Ketiga, teman lama yang tidak ingin dihubungi saya lagi. Mulai dari pilihan musik, buku bacaan, cara berpakaian dan selera-selera lainnya yang sekiranya mempengaruhi pandangan orang lain atau sesuai dengan nilai pribadi.

Dan pada akhirnya semuanya mulai memuakkan saya, ada apa dengan kesamaan selera atau katakan yang lebih ekstrim menganut budaya populer?

Saya tidak malu menyanyikan Pussy Cat Dolls yang “Stick with You” atau produk lokal macam Kahitna karena memang lagu itu sesuai dengan warna vokal saya, walaupun ratusan juta wanita Indonesia mungkin menjadi groupie-nya. Dan saya berani meneriakkannya keras-keras walaupun saat itu saya sedang ber-gothic style misalnya.

Nanti jangan-jangan lama-lama orang sudah tidak ada yang berbahasa Indonesia dengan baik dan benar lagi, alasannya, tidak mau berbicara dengan bahasa yang sama dengan 200 juta orang lainnya. Sudah sinting rupanya.

Ada ungkapan klise bahwa sejarah itu berulang, saya tetap tidak dapat menduga sejarah masehi ke-berapa yang pertama kali mengusung ide “berbeda” ini. Atau memang egoisme manusia itu sendiri yang me-leading mereka untuk berbuat dan berpikir demikian.

Yah, intinya, saya sudah tidak terlalu sensitive-lah kalau ada yang bilang saya seperti cewek kebanyakan, apa yang salah dengan cewek kebanyakan? Yang perlu dicermati lebih dalam sebenarnya bukan apa pakaiannya, bagaimana selera musiknya tapi nilai apa yang mereka anut hingga mereka memilih bergaya gothic, atau mengapa mereka menilai Jack Allsopp lebih seksi daripada Justin Timberlake.

Buat saya Jack Allsopp lebih seksi karena musiknya bikin saya bergoyang. Menggairahkan hidup saya yang delapan jam stand by di depan monitor HP 1740 