Sunday, May 9, 2010

Seperti apa orang zaman sekarang mengartikan cinta?

Saya merasakannya penuh pengorbanan. Pendengaran saya, namun bagaimana, mendengarkan kisah-kisah yang berbeda. Ada satu wanita, berumur, dan katanya memiliki banyak affair. Ada satu wanita lagi, masih belia, dan katanya membina hubungan terbuka, tidak terikat dengan siapa pun, semuanya “teman”. Ada satu lagi wanita yang dipuja-puja, namun main belakang. Bukan hanya perempuan saja, saya tahu. Saya hanya kehabisan cara memaklumi yang demikian.

Biar seberapa acuh pun saya, tetap berita-berita seperti itu, membuat saya diam dan berpikir lama. Ketidaknyamanan itu kemudian tumbuh, saya mulai mengotak-ngotakkan pergaulan saya. Menjaga diri dari segala pengaruh. Dan masih bertanya, apa yang membuat hati menoleh? Alasan apa yang membuat komitmen sakral itu bisa dipatahkan? Rasa seperti apa yang tertinggal di kepala dan hati mereka?

Saya tahu hal ini bisa terjadi pada siapa saja, termasuk saya, kapan saja termasuk sekarang. Hanya saja, tetap buat saya tidak ada alasan yang membenarkan. Tinggal bilang tidak, saat rasanya sudah tidak sama, tinggal bilang tidak saat penderitaan dan pengorbanan yang dilakukan dirasa terlalu besar, tapi buat apa main bohong-bohongan? Bukankah itu bodoh?

Meyakini diri sendiri pintar berarti: tahu apa yang harus dilakukan saat ketidaknyamanan menyerang. Dan perselingkuhan tetap penyakit yang sewajarnya bermukim di kepala-kepala rendahan. Ya, ya, ya, saya tahu, dasi bukan berarti martabat yang lebih tinggi atau hak tinggi bukan keluhuran budi, tapi bukankah harga diri harusnya sejajar dengan jumlah nol yang mereka hasilkan? Bukankah banyaknya angka nol itu yang membuat mereka merasa naik harkat dan martabat?

-pengamat affair