Thursday, September 18, 2008

Sepatah Dua Patah

Segala sesuatu yang kita paksakan memang tidak pernah mengenakkan, hanya menyesakkan.
Saat itu diri kita terpecah2 antara ingin menjadi orang yang baik dan mengerti orang lain atau orang jahat dan mengerti diri sendiri.
Aku buat term seperti itu karena di sini, di lingkungan-ku, nilai seperti itu yang dijunjung tinggi.
Nilai yang berslogan keadilan tapi penuh penindasan!
Ada orang yang berani dan pengecut kata seseorang, dia punya definisi sendiri, aku juga punya. Berdasar pengalamanku sekarang, aku orang yang pengecut.
Aku tidak berteriak keras membela diri.
Aku membenci kaum oportunis, tapi kini aku ingin sekali menjadi seperti mereka, berada di tengah2 bukan meyakini sesuatu yang penuh pro dan kontra.
Aku ingin sekali hidup tenang...tapi ternyata definisi hidup tenang sekarang adalah meyakini kita paling benar dan menginjak-injak ketenangan orang lain.
Aku selalu cinta kedamaian bukan kedamaian yang penuh senyum dan pikiran picik di dalamnya, tapi kedamaian hidup menyendiri dalam hutan, bermain air sungai, dan bangun menginjak embun rumput dalam setiap pelarian.
Bila tiba waktuku nanti, aku tahu orang2 akan mencari arti hidupku, meneliti setiap buku yang kutulis dengan nama berganti namun rasa yang sama.
Rasa yang menjunjung tinggi nilai2 nurani bukan materi.
Someone ever called me 'naive' and I am proud of that.
At least, I have belief in this world, that there are some places, human, hearts, that put me first. Look me deep.
Belief that I should stand for, struggle with tears and open heart to accept the way I am.
I have a right to hate, to hate someone who tries me to be 'normal'.